Welcome To My Blog

(: come join me :)

Minggu, 29 Juni 2014

Laporan Penelitian “Pengaruh Metode Role Playing Dalam Bimbingan Klasikal Terhadap Penyesuaian Diri Siswa Kelas X SMA Negeri 15 Tangerang”

Diposting oleh sherra adianty's di 09.21 0 komentar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari sekolah yang bertujuan memberikan bantuan kepada siswa baik perorangan maupun kelompok agar menjadi pribadi yang mandiri dan berkembang secara optimal (Sukardi, 2008). Penggunaan layanan bimbingan konseling memiliki fungsi yang mempunyai hubungan dan pengaruh yang sangat besar bagi para siswa, baik dari sikap maupun akademiknya (Yusuf dan Nurihsan, 2006). Di samping sebagai penyemangat bagi para murid, penggunaan layanan bimbingan konseling juga bisa menjadi tempat mengadunya para murid atau tempat konsultasi ketika murid sedang menghadapi masalah atau problem dalam belajar.
Studi yang dilakukan oleh Myrick R.D bahwa layanan bimbingan kalsikal yang disusun berdasarkan teori perkembangan manusia membantu siswa dalam mendapatkan pengetahuan, keterampilan, kedasaran diri, dan penugasan perkembangan secara normal. Dalam melakukan bimbingan klasikal guru BK diharapkan melakukannya dengan metode yang menarik dan inovatif supaya siswa merasa antusias dan tidak jenuh salah satunya dengan menggunakan metode role play.
Pembelajaran dengan metode role play adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan itu dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat siswa senang belajar serta metode ini mempunyai nilai tambah, yaitu dapat menjamin partisipasi seluruh siswa dan memberi kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerjasama hingga berhasil, permainan merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi siswa (Prasetyo, 2001:72). 
Metode role play merupakan salah satu kegiatan bermain peran (Role playing). Sesuai dengan namanya, teknik ini digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Siswa atau sekelompok individu yang diberi bimbingan, sebagian diberi peran sesuai jalan cerita yang disiapkan. Sedangkan yang lain bertindak sebagai pengamat. Selesai permainan drama dilaksanakan juga diskusi tentang pemeranan, jalan cerita, dan ketepatan pemecahan masalah dalam cerita tersebut (Tijan, 1993: 37). Dengan menggunakan metode yang tepat maka guru BK juga harus memilih topic yang akan dibahas sesuai dengan isu-isu perkembangan yang dialami oleh siswa kelas X salah satunya yaitu penyesuaian diri.  
Menurut Schneider (1964) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat. Lingkungan baru bagi beberapa orang merupakan sebuah stimulus bagi seseorang yang terkadang mampu menjadi penyebab terjadinya kesulitan dalam menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh siswa berbeda-beda, tidak semua siswa baru dapat menyesuaikan diri dengan baik karena tipe-tipe kepribadian remaja yang berbeda menimbulkan individual deferences yang membedakan pula respon remaja terhadap lingkungan. Dapat dilihat dari sebagian siswa yang merasa tidak nyaman dengan posisinya sebagai siswa baru di SMA.
Hasil survey dari Federasi Kesehatan Mental Indonesia/Fekmi (2005), menunjukkan bahwa 47,7% remaja sering merasa cemas, 84% merasakan cemas yang berulang, 70,3% sering berfikir yang tidak-tidak dan mengaku sering mengalami mimpi buruk, 79% remaja mencemaskan penampilan, 31% menggunakan obat penenang, 54% mengaku pernah berkelahi, 87% berbohong, dan 8,9% pernah mencoba narkoba. Boyke Dian (Ipah, 2005) mengemukakan terdapat sekitar 6 - 20% para siswa SMU dan mahasiswa pernah melakukan hubungan seks di luar nikah. Di Jakarta, pada tahun 2000 diketahui ada lebih dari 166 SMTP dan 172 SLTA yang menjadi pusat peredaran narkotika dengan lebih dari 2000 siswa terlibat di dalamnya. Hasil survey dan penelitian diatas menunjukkan adanya penyesuaian diri yang menyimpang pada remaja. Semakin maraknya problema yang dialami remaja merupakan indikasi bahwa remaja banyak mengalamipenyesuaian diri yang menyimpang. Hal tersebut dapat menyebabkandampak yang tidak baik pada diri remaja apabila tidak segera ditangani. Guru BK/Konselor dapat membantu siswa yang memiliki masalah dalam penyesuaian diri. Sebagaimana yang dipaparkan dalam Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 1990 tugas konselor atau guru pembimbing adalah membantu siswa dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan perencanaan masa depan.
Dalam proses penyesuaian diri, individu dapat dikatakan berhasil apabila mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam lingkungan dengan bertindak secara wajar yang ditandai oleh sikap tidak adanya rasa benci, mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya, serta terhindar dari kegoncangan emosi, dan ketidakpuasan terhadap nasib yang dialami, sebaliknya individu yang gagal dalam melakukan penyesuaian diri atau disebut penyesuaian diri yang salah akan ditandai dengan berbagi tingkah laku yang salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik dan agresif.

Berdasarkan fakta di lapangan melalui studi pendahuluan dan wawancara kepada siswa kelas X di SMA Negeri 15 Tangerang bentuk penyesuaian diri yang salah dilakkan oleh sebagian besar siswa, umumnya siswa tidak mau memulai untuk berinteraksi, siswa tidak bisa mengerti salah satu mata pelajaran karena guru yang bersangkutan sering tidak masuk, masih banyak yang berkelompok atau “ngegenk”, beberapa siswa sering mengganggu teman pada saat jam pelajaran, sdan selalu mau menang sendiri. Bertolak dari rumusan latar belakang masalah di atas maka peneliti mengambil judul penelitian “Pengaruh Metode Role Playing dalam Bimbingan Klasikal Terhadap Penyesuaian Diri Siswa Kelas X SMA Negeri 15 Tangerang.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana kondisi penyesuaian diri siswa kelas X sebelum diterapkan metode role playing dalam bimbingan klasikal di SMA Negeri 15 Tangerang?
2.      Bagaimana proses penerapan bimbingan klasikal metode role playing dalam meningkatkan penyesuaian diri siswa kelas X di SMA Negeri 15 Tangerang?
3.      Bagaimana Penyesuaian diri siswa kelas X SMA Negeri 15 Tangerang setelah diterapkan metode role playing dalam bimbingan klasikal?
4.      Kendala-kendala apa yang dialami guru BK/ konselor dalam menerapkan metode role playing dalam bimbingan klasikal?

1.3. Batasan Masalah
            Berdasarkan latar belakang dan identifikasi di atas, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu mengenai masalah penyesuaian diri pada siswa kelas X SMA Negeri 15 Tangerang melalui kegiatan layanan bimbingan klasikal dengan metode sosiodrama atau role play.
1.4. Perumusan Masalah
            Berdasarkan hasil pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada pengaruh layanan bimbingan klasikal dengan metode role play  terhadap penyesuaian diri siswa kelas X SMA Negeri 15 Tangerang?
1.5. Manfaat Penelitian
  1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang Bimbingan dan Konseling maupun dalam bidang Pendidikan. Selain hal tersebut, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti lain dalam memperluas wawasan untuk mengkaji berbagai permasalahan yang berhubungan dengan peingkatan penyesuaian diri dengan metode role playing.
  1. Manfaat Praktis
                                i.            Bagi Konselor
Penelitian ini diharapakan dapat membantu konselor dalam melakukan bimbingan klasikal terhadap siswa kelas X yang mengalami permasalahan penyesuaian diri dengan lingkungan sekolah yang baru. Serta membantu konselor untuk merancang suatu model atau metode pembelajaran yang inovatif dan variatif seperti metode role playing.
                              ii.            Bagi Siswa
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan untuk membantu siswa dalam memahami kondisi psikologis penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah yang baru
BAB II
KAJIAN  TEORI
2.1. Deskripsi Teoritis
2.1.1 Metode Role Play
Role Play merupakan sebuah model pengajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial. Role play dimainkan dalam beberapa rangkaian tindakan seperti menguraikan sebuah masalah, memeragakan, dan mendiskusikan masalah tersebut. Dalam Bimbingan klasikal role play dapat digunakan untuk membantu siswa memahami dan menghayati masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan untuk memecahkannya. Siswa didorong untuk mengeksplorasi masalah-masalah tersebut dengan cara memainkan peran dalam situasi yang telah ditentukan, secara spontan tanpa menggunakan  naskah. Metode role play memudahkan siswa untuk bekerjasama dalam  menganalisis keadaan sosial, khususnya masalah antar manusia seperti konflik interpersonal.
Bruce Joyce, dkk. Menjelaskan bahwa, salah satu masalah sosial yang dapat ditelusuri dan dipahami dengan menggunakan metode role play adalah konflik interpersonal. Fungsi utama role play dalam memahami konflik interpersonal adalah memunculkan konflik antara beberapa individu, sehingga siswa dapat menemukan teknik yang tepat untuk mengatasi konflik tersebut. Melalui metode role play, siswa yang memerankan dapat memunculkan respon respon emosional terkait dengan materi bimbingan dan siswa yang lain melihat secara langsung pemeranan tersebut, sehingga mereka dapat lebih mudah memahaminya.
2.2. Kajian Teoritis Bimbingan Klasikal
Menurut Winkel dan Hastuti bimbingan klasikal merupakan istilah yang khusus digunakan di institusi pendidikan sekolah dan menunjuk pada sejumlah siswa yang dikumpulkan bersama untuk kegiatan bimbingan. Pengertian lain menyebutkan bahwa bimbingan klasikal adalah bimbingan yang berorientasi pada kelompok siswa dalam jumlah yang cukup besar antara 30-40 orang siswa (satu kelas). Bimbingan klasikal dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan peserta didik di kelas.
Berdasarkan definisi mengenai bimbingan klasikal yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa bimbingan klasikal merupakan kegiatan bimbingan berisi 30-40 jumlah siswa yang melakukan kontak langsung dengan konselor di dalam sebuah kelas.     
2.3. Pengertian Penyesuaian Diri    
            Hurlock (1999), menyatakan bahwa penyesuaian diri yang berhasil akan menuju pada kondisi mental yang baik dalam arti mampu memecahkan masalahnya dengan cara realistis, menerima dengan baik sesuatu yang tidak dapat dihindari, memahami secara objektif kekurangan orang lain yang bekerja dengan dirinya. Pendapat tersebut bermakna bahwa di dalam penyesuaian terhadap kehidupan sosial, individu melakukan kegiatan atau respon mental dan tingkah laku untuk meredakan keteganganketegangan, tekanan, frustasi dan konflik-konflik serta menyesuaikan diri dengan norma-norma masyarakat dimana ia tinggal, hal ini sebagai suatu proses untuk mencapai kesuksesan dengan meningkatkan keinginan dari dalam diri individu itu sendiri dan menitikberatkan pada tujuannya pada lingkungan dimana ia tinggal. Penyesuaian diri manusia dalam kelompok berperan sesuai dengan jenis kelaminnya merupakan bagian normal dalam proses perkembangan sehingga tidak seorangpun menganggapnya sebagai masalah. Akibat dari proses tersebut terbentuklah stereotip jenis kelamin yang secara tidak langsung disetujui oleh anggota kedua jenis kelamin dalam suatu lingkungan, bergantung pada apa saja yang dihargai untuk lingkungan tersebut.
            Hurlock (1999), juga menambahkan bahwa untuk melakukan penyesuaian yang baik bukanlah hal yang mudah. Akibatnya, banyak individu yang kurang dapat menyesuaikan diri, kurang baik secara sosial maupun pribadi. Perkembangan pribadi, sosial dan moral yang dimiliki seseorang menjadi dasar untuk memandang diri dari lingkungannya di masa-masa selanjutnya.
            Callhoun dan Acocella (dalam Sobur, 2003), penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia individu.
            Kartini Kartono (2002), penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negative sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis.
2.4. Bimbingan Klasikal Sebagai Strategi Dalam melaksanakan Layanan Dasar
Kurikulum bimbingan (layanan dasar) merupakan salah satu komponen dalam program bimbingan dan konseling komprehensif perkembangan. Kurikulum bimbingan merupakan serangkaian kompetensi yang dirumuskan berdasarkan pada hasil analisis kebutuhan dan dirancang secara sistematis serta bertahap untuk seluruh siswa.
Gysbers & Handerson(Muro & Kottman, 1995:5) mengungkapkan guidance curriculum is the core of the developmental approach. Kurikulum bimbingan merupakan bagian utama dalam keseluruhan program, hal ini dikarenakan kurikulum bimbingan mencakup berbagai kompetensi yang harus dikuasai oleh seluruh peserta didik yang dapat menunjang keberhasilan peserta didik dalam proses belajar dan kehidupannya.
Kurikulum bimbingan dalam konteks layanan bimbingan dan konseling di Indonesia diterjemahkan dengan pelayanan dasar. ABKIN (Dirjen PMTK, 2007:208) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan layanan dasar adalah “ proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani keputusannya”.
Dari paparan di atas bisa diperoleh pemahaman bahwa kurikulum bimbingan merupakan layanan yang diperuntukan kepada seluruh siswa, proses pemberian layanan dasar dilakukan melalui proses bimbingan, hal ini dikarenakan isi dari kurikulum bimbingan merupakan berbagai keterampilan yang tidak bisa hanya diajarkan melalui proses pengajaran yang hanya berorientasi pada penyerapan informasi secara kognitif. Kurikulum bimbingan harus diberikan melalui proses bimbingan yang berorientasi membantu para peserta didik mencapai kesuksesan.
2.5.  Kerangka berpikir
            Berdasarkan kajian teori di atas, kegiatan bimbingan klasikal menggunakan metode role play dapat membuat siswa aktif karena mereka mengalami secara langsung penyelesaian konflik melalui pemeranan, sehingga apa yang harus dipahami tersimpan dalam memorinya. Melalui metode ini siswa       
Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal.
Menurut Fromm dan Gilmore (dalam Desmita, 2009:195) ada empat aspek kepribadian dalam penyesuaian diri yang sehat antara lain :
a. Kematangan emosional, yang mencakup aspek-aspek :
Kemantapan suasana kehidupan emosional, Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain, Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan, Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri.
b. Kematangan intelektual, yang mencakup aspek-aspek :
Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri, Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya, Kemampuan mengambil keputusan, Keterbukaan dalam mengenal lingkungan.
c. Kematangan sosial, yang mencakup aspek-aspek : 
Keterlibatan dalam partisipasi sosial, Kesediaan kerjasama, Kemampuan kepemimpinan, Sikap toleransi.
d. Tanggung jawab, yang mencakup aspek-aspek :
Sikap produktif dalam mengembangkan diri, Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel, Sikap empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal, Kesadaran akan etika dan hidup jujur.
2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan diatas, maka hipotesis kerja dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh metode role playing terhadap penyesuaian diri siswa kelas X SMA Negeri 15 Tangerang.

BAB III
METODE PENELITIAN

        I.            Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur pengaruh penerapan metode Role Play terhadap penyesuaian diri siswa kelas X SMAN 15 Tangerang.
      II.            Tempat dan Waktu Penelitian
A.      Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 15 Tangerang Jl. Villa Tangerang Regensi Periuk Periuk, Periuk, Kota Tangerang, Indonesia 15131.
B.      Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli s.d. November 2014. Dimulai pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015.
    III.            Populasi, Sample, dan Teknik Pengambilan Sample Penelitian
A.      Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 15 Tangerang yaitu sebanyak 295 orang
B.      Sampel
Arikunto menjelaskan bahwa apabila jumlah populasinya lebih dari 100 orang, maka sample yang digunakan adalah 10% - 15% dari populasi (Suharsimi, 1994), yaitu 21-31 orang. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu kelas X SMA Negeri 15 Tangerang sebagai subjek dalam penelitian ini karena guru bk merekomendasikan kelas X.5 sebagai sample penelitian peneliti.
C.      Teknik Pengambilan Sampel
Untuk menentukan sampel yang aklan digunakan dalam penelitian ini, teknik yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2010) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang sedang diteliti, yang menjadi kepedulian dalam pengambilan sampel penelitian kualitatif adalah tuntasnya pemerolehan informasi dengan keragaman variasi yang ada, bukan pada banyak sampel sumber data.
    IV.            Pendekatan dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi Eksperimen. Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain non ekuivalent control group desain. Karena pada desain ini kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2010). Yaitu adanya perbandingan hasil pretes dan postes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Bagannya dapatdigambarkan seperti berikut:
O1        X1         O2
O2        X2         O2
Keterangan :
O1       : Pretest
O2       :Postest
XI         : Treatmen 1, yaitu meningkatkan penyesuaian diri siswa dengan metode   ceramah.
X2        : Treatmen 2, yaitu meningkatkan penyesuaian diri siswa dengan metode role playing.
      V.            Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data tentang variable pencapain tujuan pembelajaran diperoleh dengan menggunakan instrument. Skala pengukuran yang digunakan dalam instrument ini adalah skala Penyesuaian diri. Format respon yang digunakan dalam instrumen penelitian ini terdiri dari 4 alternatif jawaban yaitu selalu, seringkali, kadang-kadang, dan tidak pernah. Untuk mempermudah menghitung hasil yang diperoleh dari skala psikologis tersebut, maka setiap jawaban diberi skor. Jika itemnya berupa pernyataan positif maka skor untuk jawaban selalu (SL) 4, sering (SR) 3, kadang-kadang (KD) 2, tidak pernah (TP) 1 dan jika pernyataannya negatif maka skor untuk jawaban selalu (SL) 1, sering (SR) 2, kadang-kadang (KD) 3, tidak pernah (TP) 4.
Keterangan:
·         Selalu (SL), apabila pernyataan tersebut  selalu Anda lakukan sesuai dengan  keadaan /kondisi yang Anda alami. 
·         Sering (SR), apabila pernyataan tersebut  sering Anda lakukan sesuai dengan keadaan/kondisi yang Anda alami.
·         Kadang-kadang (KD), apabila pernyataan tersebut kadang-kadang Anda lakukan sesuai dengan  keadaan /kondisi yang Anda alami.
·         Tidak pernah (TP), apabila pernyataan tersebut tidak pernah Anda lakukan sesuai dengan  keadaan /kondisi yang Anda alami.
Adapun kisi-kisi skala psikologis penyesuaian diri yang diambil adalah sebagai
Berikut:





Kisi –kisi Pengembangan Instrumen
Penyesuaian diri
Variable
Indikator
Penyesuaian Diri
1.      Kestabilan Emosi
2.      Rasionalitas
3.      Kemampuan mengarahkan diri
4.      Kemampuan menghargai oranglain
5.      Kemampuan bekerjasama

    VI.            Uji Validitas dan Reliabilitas  
1.      Validitas
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan instrumen. Rumus yang digunakan untuk menguji validitas adalah rumus korelasi product moment angka kasar yang dikemukakan oleh Person. Teknik Product Moment Pearson dengan bantuan aplikasi Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. Untuk menentukan valid atau tidaknya sebuah pernyataan dilakukan dengan cara membandingkan taraf signifikansi hitung dengan tingkat kesalahan (alpha) yang telah ditentukan, apabila taraf signifikansi hitung lebih kecil dari pada tingkat kesalahan (alpha) maka pernyataan dianggap valid, dan apabila taraf signifikansi hitung lebih besar dari pada tingkat kesalahan (alpha) maka pernyataan dinyatakan tidak valid. Tingkat kesalahan (alpha) yang ditentukan dalam pengujian validitas ini adalah sebesar 0.05
2.      Reliabilitas  
Reliabitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali—untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama (Ancok dalam Singarimbun, 1989).
Untuk mendapatkan penilaian instrumen yang dapat dipercaya atau  menyatakan ketetapan (reliabel), maka digunakan rumus Alpha Cronbach (Sugiyono, 2009 h.257):

Dengan keterangan:
r 11        = Reliabilitas instrumen
            k          = Banyaknya butir soal yang valid                  
   = Jumlah Varians  butir
      = Varians  total
Sebelum menghitung reliabilitas instrumen, perlu diketahui jumlah varians butir soal atau . Dihitung dengan mencari varians tiap butir soal dengan menggunakan rumus :
=
Selanjutnya untuk menghitung varian total atau menggunakan rumus:
      =
            Hipotesis dalam penelitian ini diuji pada taraf signifikansi α = 0.05 atau dengan tingkat kesalahan sebesar 5%. Kriteria uji hipotesis pada penelitian ini adalah:
                               H0 ditolak = nilai asymp. Sig < Signifikansi α = 0.05
                               H0 diterima           = nilai asymp. Sig > Signifikansi α = 0.05
                               3.7. Hipotesis Statistik
                               Rumusan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu:
            Ho: Penyesuaian diri siswa lebih rendah atau sama dengan setelah diberikannya bimbingan kelompok dengan teknik role playing.
            H1: Penyesuaian diri siswa lebih tinggi setelah diberikannya bimbingan kelompok dengan teknik role playing.
Berdasarkan rumusan hipotesis di atas, maka hipotesis statistik yang diuji dalam penelitian ini yaitu:
                                    Ho        : μ1≥μ2
                                    H1        : μ1<  μ2


















Daftar Pustaka:
·         Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Proses Bimbingan dan konseling Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
·         Tijan. 1993.  Bimbingan Dan Konseling Sekolah Menengah. Yogyakarta: Unit Percetakan dan Penerbitan (UPP) UNY.
·         Survey Federasi Kesehatan Mental Indonesia/Fekmi tahun (2005) tentang penyesuain diri siswa.
·         Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart & Winston.
·         Bruce joyce, marsha weil &Emily Calhoun, models of teaching :model-model pengajaran edisi delapan terjemahan achmad fawaid &ateilla mirza (yigyakarta, pustaka belajar, 2009).
·         W.S Winkel dan Sri Hastuti,  Bimbinga dan Konseling di Institusi Pendidikan, dikutip langsung (atau tidak langsung) oleh Aip Badrujaman, Teori dan Praktik Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling, Indeks, Jakarta, 2010
·         Hurlock, E. 1999. AdolescentDevelopment . New York: Mc Grow Hill BookCompany.
·         Alex Sobur, (2003). Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia
·         Kartini Kartono, (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta
·         Sunarto dan Hartono. 2008.  Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rineka    Cipta.
·         Desmita, (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosda Karya.
·         Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, KualitatifDan R&D. Alfabeta: Bandung.
·         Rusmana, Nandang (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode, Teknik, dan Aplikasi). Bandung : Rizqi Press.
·         Yusuf, S & Nurihsan, A.J. (2006). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hak Cipta : Baiq Wachida Intan Pertiwi
 

Sherra Adianty's Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting